Data : Sejarah Desa Pahesan-Godong-Grobogan
Mengingat Sejarah Desa Pahesan adalah Identik dengan kehidupan
seorang tokoh wanita yakni Mbah PAES. Pada jaman dulu hiduplah seorang gadis
cantik yang benama PAES. dengan kecantikan dari PAES inilah banyak pemuda
yang tertarik padanya, seperti pula halnya dengan dua orang pemuda yang tanpa
di belum diketahui asal mula dan identitasnya yang merupakan kakak beradik.
Dengan berjalannya waktu dua orang kakak beradik tersebut menyatakan cintanya
pada PAES. Tak mungkin PAES menerima dua cinta dai kakak beradik tersebut,
maka PAES memberikan sayembara yakni siapa yang bisa menanam buah Waluh
(labu) yang terbesar maka dialah yang menjadi suami dari PAES. Maka mulailah
kedua pemuda tersebut menanam waluh bersebelahan. Sebagai ciri tanaman waluh
adalah merambat, tak heran jika tamanan kedua pemuda tersebut saling merambat
, hingga suatu ketika terjadilah perselisihan tentang kepemilikan waluh yang
dianggap terbesar dan perkelahian pun tak bisa dihindari, yang akhirnya kedua
pemuda tersebut meninggal. Pemakaman kedua tersebut sangat berdekatan
(dempet) di suatu tempat tanah terbuka di tengah persawahan, akhirnya
pemakaman kedua saudara tersebut dinamakan makam DEMPET. Tanah tempat tinggal
Gadis tesebut akhirnya dinamakan PAHESAN. Dan hingga saat ini merupakan
kepercayaan bagi warga masyarakat Desa Pahesan bahwa warga Desa Pahesan tidak
bisa menanam buah Waluh, seandainya bisa pun hasilnya tak akan baik.
Kepemerintahan Desa Pahesan pada jaman Belanda ± 1938 dipimpin
oleh seorang Lurah yang bernama Projo Piyo, Grumbul yang sebelah etan Pahesan
yakni Tugu dan rumbul sebelah Kidul yakni Jabung menjadi satu kesatuan
wilayah Desa Pahesan. Pada tahun ± 1953 kepemimpinan Desa Pahesan diganti
oleh seorang pendatang, Suwadi. Beliau memimpin kurang lebih 33 tahun, hingga
akhirnya Sang Maha Esa Memanggil, sebagai peraturan jabatan Lurah adalah
seumur hidup dan akhirnya pada tahun 1986 diadakan pemilihan Kepala Desa
dengan sistem Coblosan gambar yang diikuti oleh 3 calon yakni 1. Kasno 2. Sunarto
dan 3. Gunarto yang di menangkan suara terbanyak oleh Sunarto. Sunarto
menjabat sebagai Kepala Desa Pahesan tahun 1986 – 1993.
Awal 1993 dengan berakhirnya masa jabatan Kepala Desa 8 tahun,
maka kembali diadakan pemilihan, Sunarto kembali mencalonkan diri dengan
saingan utamanya adalah Sujadi yang memang dalam sesi pencalonan kali ini di
ikuti oleh 2 orang calon. Yang akhirnya di menangkan oleh Sujadi . dari tahun
1993 hingga saat ini 2010 masih menjabat sebagai Kepala Desa Pahesan yang
tehitung lebih dari 2 periode masa jabatan kepala Desa.
|
Legenda Desa
1.
Pada
zaman dahulu sebagian besar masyarakat Selancar mempunyai adat istiadat
kepercayaan yaitu pada bulan-bulan tertentu mempercayai tidak diperkenankan
punya hajat ( Pernikahan dan Khitanan ) terutama bulan syura kalau dilanggar
akan membewa mala petaka.
2.
Pada
menjelang musim panen sebagai perwujudan rasa syukur, warga masyarakat
mengadakan pagelaran kesenian tayup di tanggul kali yang memang berdekatan
dengan lahan pertanian mereka dengan istilah “Tayuban Cah Angon”. Namun
seiring perjalanan waktu acara tersebut hilang.
3.
Pada
setiap penanggalan bulan jawa, bulan Apit mengadakan Apitan dengan mengadakan
syukuran Sedekah Bumi di dusun masing masing, Pahesan, Tugu dan Jabung.
4.
Setiap
ada orang meninggal sebelum dibawa kepemakaman sanak saudara almarhum supaya
nylusup ( berjalan keliling 3 kali dibawah mayat yang sedang dipikul )
dipercayai agar tidak membayangi kehidupan mereka.
|
Pembangunan
Desa Pahesan
Masa kepemimpin Lurah yang bernama Projo Piyo, terdapat
seorang yang bernama Semak, hidup seoarang diri, dan selalu meneyendiri
didalam rumah yang memiliki sebuah mata air. Mata air tesebut tak pernah
habis yang mampu memenuhi kebutuhan air warga Desa Pahesan dimusim kemarau,
baik untuk minum maupun untuk mandi kerbau milik warga. Akhirnya pada
kepemimpin Lurah sumber air tersebut dibangun yang lebih permanen.
Pada tahun ± 1969 di renovasi DAM air dusun Jabung yang
merupakan Dam peninggalan jaman Belanda untuk pemenuhan kebutuhan air
pertanian wilayah Desa Pahesan.
Perkembangan sisi keagamaan pada tahun ±tahun 1930 pendatang
baru yakni keluarga Tamhid membawa misi Agama Islam, didirikanlah sebuah
Langgar . dan inilah cikal bakal Agama Islam di Desa Pahesan. Keluarga yang
terdiri dari Tamhid, mukajin dan Busro mulai melakukan kegiatan kegatan
agama. Hingga paa tahun 1950, langgar tersebut dibangun bersama mertodrno dan
di dukung oleh keperintahan Suwadi menjadi sebuah bangunan masjid yang kokoh.
Hingga pada tahun 2002 masjid tersebut di pugar kembali menjadi masjid dengan
kontruksi beton.
|