Perhatian! Nikah di Grobogan Diduga "Dipungli" Lewat Modin
TEMPO.CO, Semarang - Pungutan liar atau Pungli biaya pernikahan, masih
saja terjadi di Jawa Tengah. Pungutan itu melibatkan tenaga Pembantu Pegawai
Pencatatan Nikah (P3N), yang sebenarnya resmi dibubarkan kementerian agama.
“Pungutan itu masih terjadi, dengan angka rata-rata Rp 200 ribu hingga Rp 400
ribu,” kata peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang, Joko Tri
Haryanto, Kamis (4/8).
Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang, meneliti 10
kabupaten kota di Jawa tengah. Hasilnya,
banyak petugas P3N memanfaatkan publik yang hendak mengurus pernikahan.
Menurut Joko, meneliti indek kualitas pelayanan kantor urusan agama. Dia
menemukan pungli terhadap calon pengantin. “Contohnya di Brebes dan banyak
daerah di Jateng justru P3N dihidupkan pemerintah desa, untuk membantu mengurus
pernikahan,” kata Joko.
Menurut dia, jasa menambah biaya nikah itu, tak sesuai ketetapan
kementerian agama yang telah menentukan biaya nikah nol rupiah jika dilakukan
di KUA dan dikenai Rp 600 ribu bila dilakukan di rumah, yang seharusnya dibayar
di bank.
Hasil penelitiannya menunjukan, masyarakat yang hendak menikah diarahkan
ke P3N yang sering disebut masyrakat modin atau lebe. Besar pungutannya pun tak
sesuai aturan.
Meski demikian, hasil survei Balai Penelitian dan Pengembangan Agama
Semarang, menunjukan indek kualitas pelayanan KUA cukup tinggi dengan angka 79.
“Artinya masih baik. Pelayanannya lebih cepat. Kalau syarat lengkap hanya dua jam,” katanya.
Muhammad Khoirudin 26 tahun, warga asal Kecamatan Gubug, Grobogan,
membenarkan adanya pungutan itu. Dia mengatakan, menikah pada April 2016, kena
pungli menggunakan jasa modin yang sebelumnya bertugas Pembantu Pegawai
Pencatatan Nikah (P3N). “Saya daftar di KUA dengan berkas lengkap. Tapi diminta
kembali, agar mendaftar lewat modin,” kata Muhammdi.
Dia mengaku kecewa. Apalagi saat modin meminta tarif melebihi aturan.
“Biaya yang dikenakan ke saya Rp 970 ribu. Ketika saya protes, katanya di luar
Rp 600 ribu buat administrasi,” kata Khoirudin.
Menurut dia, upaya menstranfer biaya lewat bank secara online sulit,
karena pendaftaran untuk mendaptkan nomer register harus melalui modin, yang bekerja
sama dengan petugas KUA.
Karena itu, dia menilai sangat merugikan. Apalagi, berkasnya lengkap.
“Saya bolak-balik ke KUA, awalnya karena menolak lewat modin. Petugas sudah
kerja sama tak mau menerima pendaftaran di luar jasa modin,” katanya.
EDI FAISOL | Sumber: Tempo
2016